Sedikit tambahan mengenai "ingat Allah" dengan metoda MINDA.
Umpamakanlah kita sedang melamun, merem, dan mengingat DURIAN. lalu terbayanglah gambar durian di benak kita. Pertanyaannya, apakah gambar durian di benak kita itu DURIAN beneran? Tentu bukan.... itu hanya "memori" atau gambaran tentang durian di MINDA kita.
Sama juga saat kita mengingati Allah. lalu MINDA kita 'kosong' dari gambaran apapun. Apakah 'kosong' itu Allah? jelas BUKAN. Tentu saja bukan.
Jadi, yang beliau ajarkan adalah kita mengingat Allah, kemudian kita tidak menyerupakan Allah dengan apapun, tak ada persepsi apapun, maka tak tergambar apa-apa.
kondisi dimana MINDA kita itu tak ada perumpamaan apapun saat kita mengingati Allah; secara istilah bahasa; itu kan 'kosong', ga ada apa-apa. Tapi kosong itu jelas bukan Allah. Maksud beliau adalah, jangan menyerupakan Allah dengan apapun saat kita mengingatNya.
Disitulah saya rasa kekeliruan sebagian orang memahami approach atau pendekatan yang beliau ajarkan.
Intinya, manusia tak bisa menyentuh / melihat / merangkum DIA secara zahir, atau secara makna sebenarnya. penelitian sains terhebat dengan alat apapun tak bisa menyentuh DIA dalam kedudukanNya yang Maha Rahasia itu. Dan pendakian spiritual terhebat siapapun saja juga tak bisa menyentuh DIA dalam kedudukanNya yang Maha Rahasia itu.
Pendek kata, apapun yang bisa diteliti, disentuh, dirasakan, oleh ciptaan yang berada di dalam lauh mahfudz; pastilah ciptaan juga. Sehebat-hebat ciptaan ingin menyentuh, meneliti, merasakan; dengan sains ataupun dengan cara spiritual; pastilah hanya sampai kepada ciptaan juga. Dzat yang sedikit di dalam lauh mahfudz. Dzat yang sedikit yang sudah mengambil sifat.
Maka itu pertalian kita hanyalah "mengingati" Allah.
Saat ingat, kita tak mengumpamakan, atau membayangkan DIA.
Adapun makna musyahadah (penyaksian), itu makna majazi. Penyaksian dengan ilmu yang yakin. Bukan dalam artian sebenarnya
Wallahualam bish shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar