Perbedaan approach/ pendekatan tasawuf jalan Nabi-nabi dan jalan wali-wali.
Pertama sebagai catatan, istilah jalan Nabi-nabi dan jalan wali-wali dikutip oleh ust. Hussien dari istilah yang digunakan Syaikh Ahmad Sirhindi, untuk memberi istilah kepada dua pendekatan yang berbeda pada tasawuf, yang terjadi semenjak lepas abad ke 3H.
=========
Tasawuf Jalan wali-wali, berupa lembaga
Tasawuf jalan Nabi-Nabi tidak berupa lembaga, melainkan pengajaran melalui kajian-kajian (seseorang tidak usah memasuki lembaga tarikat tertentu, dan tak perlu baiat tertentu)
=========
Tasawuf jalan wali-wali, "makrifat" merupakan akhir perjalanan. Makrifat diharapkan akan diperolehi murid lewat ilham Rabbani, setelah murid menempuh perjalanan panjang menggenjot peribadatan dengan zikir-zikir.
Tasawuf jalan Nabi-nabi, "makrifat" bukanlah puncak pencapaian, melainkan pondasi keberagamaan. Makrifat diajarkan melalui kajian-kajian dengan berdasar kepada dalil-dalil yang jelas. Diharapkan setelah makrifat, orang-orang akan melaksanakan ibadah dengan lebih enak karena sudah kenal dengan Yang Disembah. Peribadatan akan meningkat sebagai imbas dari pengenalan.
=========
Tasawuf jalan wali-wali, mengutamakan pada pembersihan diri dari sifat-sifat tercela, lalu mengisinya dengan sifat-sifat terpuji. Semisal menghilangkan riya, ujub, dengki, dll....
Tasawuf jalan Nabi-nabi, mengutamakan pada pergeseran paradigma bahwa kita sejatinya tidaklah wujud. Jika kesadaran bahwa kita tidaklah wujud; sudah tertanam kuat; maka sifat-sifat tercela akan hilang dengan sendirinya. Sebab, sifat-sifat tercela butuh 'tempat' untuk menempel. Tempatnya adalah "rasa keakuan", mengutip kata Mas Agus, "jika tak ada 'aku', kepada siapa sifat melekat?
=========
Bedanya tasawuf jalan wali wali dengan tasawuf jalan nabi nabi yang bisa diambil pelajaran
Kalo jalan wali wali mengajarkan menghilangkan sifat "aku/wujud" seperti riya..ujub..takabur..sum'ah dan sebagainya..padahal sifat "aku" kalo dihilangkan akan tumbuh dan terua tumbuh lagi seperti rambut..kuku kalo dipotong dia akan tumbuh dan tumbuh lagi karena "aku"nya masih ada
Kalo jalan Nabi nabi.. Mengajarkan "aku/wujud" nya di hilangkan maka hilang pula sifat2 "aku" tadu
Bagaimana mungkin orang bisa sempurna (ikhlas) ibadahnya kalo "aku"nya masih ada?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar