SEJARAH SHOLAT PERTAMA KALI
Pertama kali sholat lima waktu ini diwajibkan pada saat Nabi masih tinggal di Makkah, sebelum hijrah ke Madinah. Tepatnya saat malam isra’ mi’raj. Satu setengah tahun sebelum hijrah. Sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Katsir:
فلما كان ليلة الإسراء قبل الهجرة بسنة ونصف ، فرض الله على رسوله صلى الله عليه وسلم الصلوات الخمس ، وفصل شروطها وأركانها وما يتعلق بها بعد ذلك ، شيئا فشيئا
“Pada malam isra’ mi’raj, tepatnya satu setengah tahun sebelum hijrah, Allah mewajibkan sholat lima waktu kepada Rasulullah. Kemudian secara berangsur, Allah terangkan syaratnya, rukunnya, serta hal-hal yang berkaitan dengan sholat”.
Sebagian ulama lain menerangkan tiga tahun sebelum hijrah. Ada juga yang menerangkan lima tahun sebelumnya. Intinya, dalam penetuan waktu terjadi isra‘ mi’raj, terjadi silang pendapat yang panjang di kalangan ulama. Sampai As Suyuti imam menerangkan, ada 15 pendapat ulama dalam hal ini.
Pada awalnya, Allah memerintahkan lima puluh kali sholat dalam sehari semalam. Nabi menerima perintah tersebut dengan ridho dan legowo. Sampai Allah memberi keringanan cukup melakukan lima kali sholat dalam sehari semalam.
Namun Nabi Musa tetap menyarankan beliau untuk minta keringanan, seperti saran beliau pertama.
Hanya saja Nabi malu untuk meminta keringanan kembali kepada Allah l.
سَأَلْتُ رَبِّي حَتَّى اسْتَحْيَيْتُ وَلَكِنِّي أَرْضَى وَأُسَلِّمُ قَالَ فَلَمَّا جَاوَزْتُ نَادَى مُنَادٍ أَمْضَيْتُ فَرِيضَتِي وَخَفَّفْتُ عَنْ عِبَادِي
“Aku telah berulang kali memohon keringanan kepada Rabbku, sampai aku merasa malu. Tetapi aku ridho dan menerima perintah tersebut“.
Allah berfirman,
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ ۚ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah” (QS. An Nisa: 28).
Ada pelajaran bagus yang bisa kita petik dari kisah ini. Sebuah keteladan dari Nabi kita yang mulia. Berupa sikap lapang dada menerima masukan orang lain. Menjadi pendengar yang baik saat berinteraksi dengan saudaranya. Serta berkonsultasi kepada yang lebih tahu dan berpengalaman pada bidangnya.
Juga hadis ini menunjukkan agungnya kedudukan sholat lima waktu di sisi Allah. Dimana saat Allah mensyariatkannya pada umat ini, Allah langsung memanggil RasulNya dan berbicara langsung kepada RasulNya perihal perintah sholat ini, tanpa melalui perantara malaikat Jibril.
Kemudian peristiwa mulia ini terjadi di malam hari. Untuk mengingatkan bahwa malam hari adalah waktu yang cocok untuk berkholwat dengan Rabbul ‘alamin. Saat-saat sunyi dan tenang, untuk mengingat asma dan keagunganNya. Menangisi dosa dan kekurangan kita. Beribadah dalam kesunyian, mengungkapkan keutuhan pemghambaan.
Nabi juga meneladankan kepada kita untuk merasa malu kepada Allah. Malu dalam bermuamalah kepada Allah. Seperti malu karena kekurangan kita dalam ibadah. Juga kita merasa malu karena dosa kita yang bergelimang, sementara karunia dan kasihsayangNya terus mengalir untuk kita.
Waktu awal2 sholat 5 waktu setelah isra miraj diwajibkan, seluruh sholat hanya berjumlah dua raka’at. Kecuali sholat maghrib jumlahnya tiga raka’at.
Baru setelah beliau hijrah ke kota Madinah, ada penambahan raka’at menjadi empat raka’at (yakni Dhuhur, Ashar, Isya yang tadinya 2 raka’at menjadi 4 raka’at). Kecuali maghrib (tetap 3 raka’at) dan subuh (tetap dua raka’at).
Sebagaimana diterangkan oleh Ibunda Aisyah radhiyallahu’anha, yang termaktub dalam Shahih Bukhori, beliau menceritakan,
فُرِضَتْ الصَّلَاةُ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ هَاجَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَفُرِضَتْ أَرْبَعًا وَتُرِكَتْ صَلَاةُ السَّفَرِ عَلَى الْأُولَى
“Pada awalnya, shalat itu diwajibkan dua rakaat. Kemudian setelah beliau hijrah, shalat diwajibkan menjadi empat rakaat. Hanya saja ketentuan sholat untuk orang yang safar, seperti ketentuan sholat sebelumnya (yakni 2 rakaat untuk sholat yang 4 raka’at)“.
Dalam riwayat Imam Ahmad ditambahkan,
إلا المغرب لأنها وتر، وأصبح لأنه يطول فيها القرائة
“Kecuali shalat maghrib (maka tetap 3 raka’at), karena ia sebagai witir. Dan subuh (2 raka’at) karena bacaan sholat subuh (diperintahkan) untuk dipanjangkan“.
Sebelum peristiwa Isra Mi’raj, apakah sudah ada kewajiban sholat atas umat ini kala itu?
Sebagian Ulama menerangkan, tak ada kewajiban sholat kala itu kecuali sholat malam. Tanpa ada batasan tertentu.
Berdasarkan firman Allah,
يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا
“Wahai orang yang berselimut (Muhammad). Bangunlah (untuk sholat) di malam hari, meskipun sedikit ” (QS. Al Muzammil : 1-2)
Kemudian kewajiban sholat malam dihapus dengan turunnya firman Allahta’ala,
فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ
“Bacalah (pada malam hari), apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran” (QS. Al Muzammil: 20)
Sehingga yang diwajibkan cukup qiyamul lail, yakni menghidupkan sebagian malam dengan ibadah, tak terbatas pada sholat saja, seperti membaca Alquran dan ibadah lainnya.
Disinilah letak perbedaan qiyamul lail dengan sholat lail.
Qiyamul lail mencakup semua jenis ibadah, sedang sholat lail hanya ibadah sholat saja, atau yang biasa kita kenal dengan sholat tahajud.
Jadi Qiyamul lail lebih umum daripada sholat lail.
Lalu kewajiban ini dihapus setelah ada perintah sholat lima waktu.
Sebagian yang lain menerangkan, waktu itu sudah ada kewajiban sholat. Yaitu dua raka’at di waktu fajar dan dua raka’at di sore hari.
Karena mengamalkan perintah Allah ta’ala,
وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الغُرُوبِ
“Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbih lah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya” (QS. Thaha: 130).
Wallahua’lam bis showab.
Referensi :
1. Tafsir Ibnu Katsir, Cetakan Dar Thoyyibah, th 1420 H. Tahqiq Sami bin Muhammad Salamah.
2. Al ayah al Kubro fi Syarh Qissoh al Isra‘, karya Imam Suyuti. Terbitan : Darul Hadis, Kairo.
🙏🙏🙏
Tidak ada komentar:
Posting Komentar