9. Mengenal Allah melalui ayat Kursi
Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang sering menunjuk ke atas atau langit jika yang ia maksudkan dalam pembicaraannya adalah Allah. Ucapan seperti: ‘Terserah kepada yang di atas’ adalah salah satu bentuk pernyataan yang dapat dimaknai bahwa Allah berada jauh dari makhlukNya, yakni di langit. Persangkaan seperti ini bertentangan dengan keterangan tentang Allah seperti dijelaskanNya melalui firman yang terang. Allah itu berada dimana saja manusia berada (al-Hadid (57) : 4), Dia Maha Dekat (Saba’ (34) : 50), Dia lebih dekat dari pada urat leher (Qaaf (50) : 16) dan sebagainya. Makna kata langit, seperti Allah berada di langit untuk diartikan keagungan atau ketinggian dalam pengertian derajad, bukan tempat.
10. Allah versus manusia
Apakah manusia itu Tuhan? Tidak! Manusia hanyalah kehidupan, karena ia tidak kekal. Manusia hanya mengaku hidup, padahal sesungguhnya ia dihidupkan oleh Dzat, Yang Hidup. Pada suatu saat ia akan dimatikan (an-Najm (53) : 44). Karena keberadaan Yang Hidup Kekal sangat dekat dengan manusia, maka manusia dapat beraktivitas seperti: melihat, tidur, makan, mandi dan bekerja. Rangkaian aktivitas demikian disebut kehidupan.
Alasan lain yang membantah manusia bukan Allah adalah bahwa Allah, Yang Hidup Kekal tidak dapat dicapai mata (al An’aam (6) : 103). Sedangkan manusia berada dalam jangkauan penglihatan mata.
“Allah tidak dapat dicapai penglihatan, sedangkan Dia meliputi penglihatan dan Dia Maha halus”, (al-An‘aam (6) : 103).
“Dan tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada Tuhan Yang Hidup Kekal lagi senantiasa mengurus (makhlukNya)….” (Taahaa (20) : 111).
“Dan bahwasanya Dialah yang mematikan dan menghidupkan” (an-Najm (53) : 44).
Selain bersifat kekal, Pemilik nama Allah atau Yang Hidup Kekal tersebut senantiasa mengurus makhlukNya. Dengan demikian, manusia sebagai salah satu makhlukNya diurus dan diatur oleh Yang Hidup Kekal. Siapakah yang melangkahkan kaki dan mengayunkan tangannya ketika manusia diperjalankan? Siapakah yang mengedipkan mata? Siapakah yang memperdengarkan bunyi? Siapakah yang mengatur segala urusan? Jawabnya, Yang Hidup Kekal bernama Allah.
“….dan siapakah yang mengatur segala urusan? Mereka akan menjawab: ‘Allah’. Maka katakanlah: ‘Mengapa kamu tidak bertakwa (kepadaNya)?’ ” (Yuunus (10) : 31).
Dari ayat di atas dapat pula dipahami bahwa Pemilik Nama Allah atau Yang Hidup Kekal itu tidak mengantuk dan tidak tidur. Tanda bahwa Dia terus menerus mengurus makhlukNya, tidak tidur dan Maha Dekat terlihat pada naik turunnya nafas ketika seseorang sedang tidur. Dalam ayat itu tertera keterangan batasan yang jelas antara manusia dan Allah. Manusia itu tidur sedangkan Allah tidak tidur apalagi mengantuk. Manusia bukan Tuhan termasuk Fir’aun sekalipun, karena manusia dan juga Fir’aun mengalami tidur dan mengantuk. Allah selalu dalam kesibukan namun tidak pernah lelah.
11. Dzat adalah Yang Hidup
Siapakah Yang Hidup, Pengatur dan selalu mengurus makhlukNya?
Jawabnya adalah ‘Dzat’. Dialah yang mengatur segala urusan. Dialah Tuhan manusia. Tidak ada lagi Tuhan selain Dzat Yang Hidup Kekal itu. Selain itu adalah kesesatan. “Maka (Dzat yang demikian) itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya, maka tidak ada sesudah kebenaran melainkan kesesatan. Maka bagaimana kamu dapat dipalingkan (dari kebenaran)?” (Yuunus (10) : 32).
Itulah Dia Tuhan manusia. Kata “Dzat” seperti ditemukan dalam terjemahan di atas adalah kata tambahan yang dipakai sebagai tempat melekatkan sebutan Yang Hidup Kekal dan Maha Pengatur. Dengan kata lain, Dzat adalah Yang Hidup. Dzat yang dimaksud bukan berarti zat kimia seperti zat arang atau kapur. Maha Suci Tuhan Yang Hidup Kekal dari semua persangkaan. Pemilik Nama Allah atau Yang Hidup itu Gaib dan Maha Suci. Keterangan Dzat dimaksudkan Surat Yuunus (10) : 32 tertera pada ayat sebelumnya.
Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan? Mereka akan menjawab: ‘Allah’. Maka katakanlah: ‘Mengapa kamu tidak bertakwa (kepadaNya)?’” (Yuunus (10) : 31).
12. Allah mengurus makhlukNya
Dari penjelasan di atas, Allah adalah Dzat Yang Hidup Kekal yang selalu mengurus makhlukNya, seperti:
1.menjadikan manusia mengantuk, (al-Anfaal (8) : 11)
2.menidurkan dan membangunkan manusia, (al-An’aam (6) : 60)
3.menyembuhkan ketika sakit, (asy-Syu’araa (26) : 80)
4.menjadikan manusia tertawa dan menangis, (an-Najm (53) : 43)
5.melapangkan dan menyempitkan rezeki, (az-Zumar (39) : 52)
6.memberi makan dan minum, (asy-Syu’araa (26) : 79)
7.mematikan dan menghidupkan, (an-Najm (53) : 44)
8.menjadikan manusia dari segumpal darah (al-‘Alaq (96) : 2)
9.mengajar manusia berbicara, (ar-Rahmaan (55) : 4), dan seterusnya.
13. Mengenal Allah melalui perumpamaan
Sangat penting disadari bahwa perumpamaan apapun untuk mengenal Allah adalah upaya mendekatkan kepada pemahaman, bukan mengumpamakan Allah. Dia, Yang Hidup tidak dapat diumpamakan. Sebab, Pemilik nama Allah tidak ada duanya, keberadaan-Nya Tunggal.
Sebagai ilustrasi, penjelasan dari pengenalan Allah dapat diumpamakan seperti penjemputan seorang tamu yang baru mendarat di bandara. Tanpa ciri yang cukup dari tamu yang dijemput, dipastikan sulit menemukan tamu itu. Tetapi jika salah satu ciri dari tamu diketahui seorang pria, kesulitan akan berkurang. Si penjemput tidak perlu menanyai semua penumpang wanita. Kesulitan akan lebih berkurang jika usia tamu diketahui di atas 70 tahun. Sehingga, semua tamu pria di bawah usia itu tidak perlu ditanyai. Semakin lengkap ciri yang dikenal, semakin mudah menemukan. Maka sebelum menemui Tuhan, semua ciri tentang Tuhan mesti dikenal, sehingga pada saat pertemuan denganNya seperti yang telah dijanjikan (al-Ankabuut (29) : 5), semua keraguan dapat dihindari.
14. Keberadaan Allah
Dimanakah keberadaan Yang Hidup? Dzat itu ‘akrab’ dengan makhlukNya (Qaaf (50) : 16). Ayat berikut adalah keterangan akrabnya Dzat Allah pada hambaNya.
“Dan apabila hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku dekat….” (al-Baqarah (2) : 186).
Sedekat apakah Dzat Yang Hidup itu? Dzat Yang Hidup menurut keterangan di dalam al Quran lebih dekat dari pada urat leher.
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya” (Qaaf (50) : 16).
“…. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Dekat” (Surat Saba’ (34) : 50)
“….dan Dia beserta kamu di mana saja kamu berada… .” (Al-Hadid (57) : 4).
Kata dekat apalagi Maha Dekat dimaksudkan sebagai dekat yang tidak berjarak. Hal ini dapat diibaratkan seperti gula dan manisnya yang tidak dapat dipisahkan.
“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (az-Zaariyaat (51) : 20 dan 21).
Lebih lanjut perlu dibedakan antara Dzat Yang Hidup dan makhlukNya. Dzat tersebut adalah Yang Hidup Kekal, Yang Tidak Mati (al-Furqaan (25) : 58). Tetapi tidak demikian dengan hamba atau makhlukNya. Pemahaman di atas menjadi lebih jelas jika dihubungkan dengan Surat Al-Hadid (57) : 3.
15. Dialah Yang Awal dan Yang Akhir
“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Batin dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (Al-Hadid (57) : 3).
Siapa Yang Awal, Akhir, Zhahir dan Batin. Apakah yang Yang Awal itu? Yang Awal adalah bahwa Dzat Yang Hidup telah ada sebelum jasad manusia diadakan. Tidak ada segala sesuatu yang mendahuluiNya.
Apakah Yang Akhir itu? Yang Akhir adalah bahwa Dzat Yang Hidup itu akan tetap ada walaupun jasad manusia telah lenyap. Jasad manusia yang dijadikan oleh Dzat Yang Hidup dari sari pati tanah akan kembali menjadi tanah.
Yang Awal dan Akhir adalah kekekalan dari Dzat Yang Hidup. Dalam hal ini, Yang Awal adalah Yang Akhir, yakni Dzat Hidup Kekal bernama Allah. Dengan kata lain, Yang Awal adalah persis sama dengan Yang Akhir. Allah tidak dibatasi oleh demensi ruang dan waktu. Dia meliputi segala sesuatu.
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan” (Ar-Rahmaan (55) : 26 dan 27).
“Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal....” (An-Nahl (16) : 96).
16. Yang Zhahir dan Yang Batin
Apakah Yang Zhahir? Yang Zhahir adalah Af’al, yakni tindakan, perbuatan atau kekuasaan dari Dzat Yang Hidup yang dapat dipersepsi melalui panca indera.
Dengan kata lain, Yang Zhahir adalah perwujudan atau manifestasi dari keberadaan Dzat Yang Batin.
Keberadaan Yang Zhahir tanda adanya Yang Batin. Tidak ada Yang Zhahir jika tidak ada Yang Batin. Kemana manusia menghadap, maka di situlah wajah Allah, (Lihat al-Baqarah (2) : 115).
Apakah Yang Batin? Yang Batin adalah Dzat Yang Hidup Kekal dan tidak terlihat. Manusia selamanya tidak pernah melihat Dzat Allah Yang Hidup dengan mata zhahir (al-An‘aam (6) : 103). Yang terlihat mata zhahir adalah tanda-tanda kekuasaanNya (Az-Zaariyaat (51) : 20 dan 21).
Dzat Allah, Yang Hidup adalah rahasia bagi manusia. Manusia cukup sebatas mengenal Af’al, Asma dan Sifat dari Dzat Yang Hidup Kekal serta meyakini keberadaan Dzat itu dan kemudian mematuhiNya. Yang Batin dapat diyakini keberadaanNya melalui Yang Zhahir, yaitu tanda adanya Dzat Yang Hidup pada alam dan makhluk seperti difirmankanNya.
“Dan kepunyaan Allah Timur dan Barat, maka kemana saja kamu menghadap disitu wajah Allah ….” (Al-Baqarah (2) : 115).
“Wajah Allah” yang dimaksudkan pada ayat, Al-Baqarah (2) : 115 adalah tanda dari keberadaan, kebesaran atau kekuasaan sebagai manifestasi perbuatanNya. Itulah bukti dari keberadaan Yang Batin. Namun yang zhahir, yakni yang terlihat melalui mata zhahir di setiap ufuk bukanlah Dia yang sedang ditelusuri keberadaanNya. Wajah Allah pada ayat di atas tidak sama dengan wajah manusia. Wajah itu, antara lain untuk diartikan sebagai Af’al, seperti pohon melambai, burung beterbangan, hujan turun dan ombak memecah di pantai. Semua itu menandakan keberadaan Dzat Yang Maha Kuat dan Maha Menggerakkan. Itulah kehidupan.
Konsep di atas mudah dipahami dengan memperhatikan air yang beriak dalam kolam yang menandakan di dalam kolam tersebut ada ikan. Tetapi riak air bukanlah ikan, melainkan hanya tanda. Sebab, ikan bukan air. Dzat Yang Hidup ber