Saya melihatnya bahwa LATIHAN zikrullah dengan minda adalah supaya benar2 terbiasa bagi "yang di dalam" (minda/hati); untuk mengingat.
Maka sebagai sebuah tirakat untuk "memperbaiki",
Atau membetulkan, bahwa aktivitas mengingat itu sejatinya adalah dengan minda / hati / al aql, maka ustadz hussien punya pendekatan yang seolah "melarang" orang zikir lisan.
Dilarang-nya ini, dalam konteks seorang murid yang melakukan latihan.
Ketimbang LATIHAN Zikir beribu-ribu pake lisan (luar), mendingan zikir sering-sering dengan minda (dalam).
Orang Yang latihannya dengan Zikir banyak2 pakai lisan, menempuh metoda dari luar ke dalam. Yang luar (fisik) dibiasakan melantunkan zikir sampai refleks, harapannya nanti yang dalam akan lambat laun mengikuti.
Tetapi ustadz Hussien, sebagai seorang guru, punya approach beda. Untuk mempercepat, daripada berlama-lama di lisan, mending langsung berlama-lama di minda. Langsung ke "dalam".
Nantinya, setelah yang dalam bisa mengingati Allah, maka aktivitas luar akan menyesuaikan dengan yang dalam.
Yang dalam mengingat Allah, yang luar merefleksikan.
Yang luar bisa menangis, bisa tertawa, bisa gemetar. Atau bisa terlantunkan istighfar. Terlantunkan pujian. Terlantunkan penyucian. Sebagai imbas aktivitas yang di dalam.
Kata ulama dulu, amaliyah (bentuk luaran) disetir oleh ahwal (hal / daleman). Persis seperti approach ustadz Hussien.
Adapun syariat seperti biasa, lakukan saja seperti yang tertuntunkan oleh Rasulullah. Ada lafadz, ya baca saja.
Karena jangankan melafazkan, melakukan aktivitas apapun saja, konon, ingatan kepada Allah tak akan lepas, selama yang dalam sudah "manggon".
Demikian menurut saya. Hanya mencoba menulis pola yang saya amati.
Adapun diri saya sendiri, masih belum mampu untuk "yang dalam" ON 24 jam sehari.
:-D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar