BERTINDAK SESUAI PINTU
Penyakit typhus disebabkan oleh bakteri Salmonella. Gempa bumi disebabkan oleh tumbukan lempeng yang disetir oleh gerak magma. Minyak bumi berasal dari fosil. Apel jatuh ke bumi karena gravitasi. Dan semua jenis ilmu apa saja yang kita bisa sebutkan; baru saya mengerti; pastilah disingkap lewat “pintu depan”.
Siapa saja, yang masih terpandang pada adanya sebab-akibat; adanya sesuatu menyebabkan sesuatu yang lain, saya rasa sebenarnya masih memandang dari “pintu depan”.
Kalau paradigma Ustadz Hussien, “pintu belakang”, baik sebab maupun akibat adalah sama-sama hal yang “diadakan” oleh Allah, jadi tak mungkin sebab bisa menimbulkan akibat, dua-duanya sama-sama diadakan. Dan terlebih lagi dua-duanya tak pernah “ada”.
Paradigma beliau begitu tinggi. Tetapi yang paling menarik yang saya pandang, adalah pesan beliau bahwa “Siape yang masih terpandang (asik dengan pintu depan), jangan masuk pintu belakang dulu.”
Bagi saya pribadi, pesan ini mengingatkan kembali pada pesan Ibnu Athoillah bahwa siapa yang berada di maqom asbab (masih terpandang pada sebab-akibat) lalu ingin pindah ke maqom tajrid (yang sudah benar-benar tak terpandang apapun selain kuasa Allah segala-gala); sebenarnya adalah nafsu yang tersembunyi.
Sebaliknya, yang maqom “tajrid” (tak terpandang lagi sebab-akibat) kok malah ingin ke “asbab” berarti turun dari kedudukan yang tinggi.
Kok ya ternyata semakna dengan ucapan Syaikh Abdul Qadir Jailani: “Berpuashatilah dengan apa yang ada pada kamu, sampai Allah meninggikan taraf kamu”.
Barulah saya mengerti, rupanya bukan masalah kita berada pada level yang mana. Bukan masalah kita berada pada pintu yang mana. Tetapi, yang POKOK adalah kita harus mengerti, bagaimana “mengakrabi” Allah sesuai dengan posisi spiritualitas yang kita punya sekarang.
Saya kok ya jadi teringat bahwa ada dua cara yang saya amati sering diajarkan guru-guru mengenai jalan mendekatkan diri kepada Allah dalam beramal.
Cara pertama, adalah dengan selalu memandang jelek pada apa saja amal yang sudah kita lakukan. Sudah sholat, merasa bahwa sholat kita jelek, tidak khusyuk. Sudah sedekah, merasakan bahwa sedekah kita jelek, kok kaya ga ikhlas, kok ngasih duit yang lepek bukannya yang bagus. Dst…. Rupanya, ini adalah metoda pintu depan.
Ada satu cara lagi yaitu dengan menyadari bahwa kita sama sekali “tidak punya amal”, dalam artian amal itu adalah karunia Allah kepada kita. Hilang kewujudan. Alias orang pintu belakang.
Dulu saya merenung, mana mulianya? Pintu depankah pintu belakang? Asbabkah tajrid?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar