Senin, 29 Desember 2014

Tingkatan dzikir

4 keadaan yg berkaitan dengan dzikir:
1. Tidak berdzikir langsung.
2.berdzikir dalam keadaan hati tidak ingat kepada Allah.
3.berdzikir disertai kehadiran Allah dalam hati.
4.berdzikir dalam keadaan fana dari makluk,lenyap segala sesuatu dari hati, hanya Allah saja yang ada.

Kerohanian manusia berada dalam keadaan yang berbeda beda, demikian juga suasana dzikir berbeda beda.
Untuk golongan pertama cahaya syetan dan fatamorgana dunia menutupi hatinya sehingga dia tidak sedikitpun mengingat Allah. Seruan,peringatan dan ayat yang Allah tidak melekat pada hatinya. Inilah golongan islam yang dijajah sifat munafik.

Golongan ke2 berdzikir dengan lidah tetapi hati tidak ikut berdzikir.lidah menyebut nama Allah tetapi ingatan tertuju pada harta,pekerjaan,perempuan dan alain lainya( dunia dan isinya yg uenak uenak).
Ini adalah golongan orang islam yang awam. Mereka diamanatkan jangan
meninggalkan dzikir karena dengan meninggalkan dzikir ia makin tenggelam dihanyutkan oleh kelalaian.tanpa dzikir syetan akan lebih mudah memancarkan gambaran gambaran tipuan kepada cermin hatinya dan dunia akan lebih kuat menutupinya.
Zikir pada tingkat ini berfungsi sebagai juru ingat.
Sebutan lidah menjadi teman yang mengingatkan hati yang lalai. Lidah dan hati berperanan seperti dua orang yang mempunyai minat yang berbeda. Seseorang enggan mendengar sebutan nama Allah,sementara yang seorang lagi memaksanya mendengar dia menyebut nama Allah. Sahabat yang berdzikir( lidah) mestilah memaksa,bersungguh sungguh agar temanya( hati) mendengar ucapannya. Disinilah terjadi peperangan diantara tenaga zikir dengan tenaga syetan yang didukung oleh tenaga dunia yg mencoba menghalangi tenaga dzikir masuk ke hati.

Hilang an ke tiga adalah yang tenaga dzikirnya sudah mengalahkan untuk memecahkan dinding yang dibina oleh sultan dan dunia. Ucapan dzikir sudah masuk kehati. Energi dzikir bertindak menyucikan hati dari karat karat yang melekat dihati. Pada mulanya ucapan dzikir masuk kedalam hati sebagai sebutan nama nama Allah.
Setelah karat karat hati sudah hilang maka sebutan nama nama Allah akan disertai rasa mesra yang mengandung kenikmatan.
Pada tingkat ini dzikir  Zikir tidak lagi dibuat secara paksa,hati akan berdzikir tanpa mengunakan lidah.sebutan nama Allah menunjukkan kepada yg mempunyai nama,merasa sifat sifatnya sebagai mana namanya.

Golongan ke empat adalah mereka yg telah sepenuhnya dikuasai oleh haq atau hal ketuhanan. Mereka telah keluar dari garis mahmud dan masuk kedalam hal yang tidak ada alam,yang ada hanya Allah.tubuh kasar mereka masih ada diatas bumi bersama maklum makluk yang lain,tetapi kesadaranya terhadap dirinya dan makhluk sekalian sudah tidak ada maka keberadaan wujud yang lain tidak sedikitpun mempengaruhi hatinya. Mereka tenggelam dalam dzikir dan didzikirkanNya. Mereka yang berada pada tahap ini telah terlepas dari ikatan manusia dan seterusnya mencapai penglihatan mata hati.

Mohon maaf ustad abu gak bisa datang di malang, tapi ini saya dapatkan dari ustad abu dalam diskusi di malam hari waktu tidur.

Minggu, 28 Desember 2014

Kenapa doa tidak terkabulkan

Sebab tidak terkabulnya doa ...

Wahai Abu Ishaq, Kami Selalu Berdoa Tapi Kenapa Doa Kami Tidak Kunjung Terkabul?

Suatu hari Ibrahim bin Adham melewati sebuah pasar di Kota Bashrah. Lalu orang-orang pun mengerumuninya dan bertanya kepadanya,

يا أبا إسحاق إن الله تعالى يقول في كتابه : ادعوني أستجب لكم ونحن ندعوه منذ دهر فلا يستجيب لنا

"Wahai Abu Ishaq, Allah Ta'ala berfirman dalam kitab-Nya : 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku akan Aku mengabulkan doamu.' Sementara kami selalu berdoa semenjak lama, namun kenapa doa kami tidak kunjung terkabul?"

Lalu beliau pun menjawab,

يا أهل البصرة ماتت قلوبكم في عشرة أشياء

"Wahai penduduk Bashrah, karena hati kalian telah mati disebabkan sepuluh perkara."

أولها: عرفتم الله و لم تؤدوا حقه

"Pertama: Kalian mengenal Allah. Namun kalian tidak menunaikan hak Allah."

الثاني: قرأتم كتاب الله و لم تعملوا به

"Kedua: Kalian membaca Kitabullah. Namun kalian tidak mengamalkan apa yang ada di dalamnya."

والثالث: ادعيتم حب رسول الله صلى الله عليه وسلم وتركتم سنته

"Ketiga: Kalian mengaku cinta Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun kalian meninggalkan sunnahnya."

والرابع: ادعيتم عداوة الشيطان ووافقتموه

"Keempat: Kalian mengatakan syaithan adalah musuh yang nyata. Namun kalian malah akur dengannya."

والخامس: قلتم نحب الجنة و لم تعملوا لها

"Kelima: Kalian mengaku cinta surga. Namun kalian tidak beramal untuk mendapatkannya."

والسادس: قلتم نخاف النار ورهذهتم أنفسكم بها

"Keenam: Kalian mengatakan takut akan neraka. Namun kalian justru menggadaikan diri kalian kepadanya."

والسابع: قلتم أن الموت حق و لم تستعدوا له

"Ketujuh: Kalian juga meyakini bahwa kematian pasti akan datang. Namun kalian tidak mempersiapkan untuk menyambutnya."

والثامن: اشتغلتم بعيوب إخوأنكم ونبذتم عيوبكم

"Kedelapan: Kalian sibuk mencari aib saudara-saudara kalian. Namun lalai dari aib diri kalian sendiri."

والتاسع: أكلتم نعمة ربكم و لم تشكروها

"Kesembilan: Kalian memakan kenikmatan dari Rabb kalian. Namun kalian lupa untuk mensyukurinya."

والعاشر: دفنتم موتاكم و لم تعتبروا بهم

"Kesepuluh: Kalian menguburkan orang yang meninggal. Namun kalian tidak mau mengambil pelajaran darinya."

حلية الأولياء جزء السابع صفحة 426

(Hilyatul Auliya juz 7 halaman 426)

Sabtu, 27 Desember 2014

Jantung tanpa ring

Tidak Selalu Harus Pasang Ring atau Operasi. .                                       Sehubungan dengan banyaknya kasus penyempita HVn pembuluh darah terutama di jantung yang pada awalnya dirasakan sebagai sesak napas atau napas terengah–engah atau cepat lelah (misalnya naik tangga), bersama ini di informasikan bahwa penanganan penyempitan pembuluh darah tsb TIDAK SELALU harus dilakukan dengan pemasangan ring (Stent) atau bahkan operasi by pass.
Saat ini penanganan pembuluh darah di jantung yang menyempit dapat dilakukan dengan cara di infus.Cairan infus yang di import tsb mampu mengikis (membersihkan) plaque (gumpalan² yang umumnya berupa calsium) pada bagian dalam pembuluh darah yang menghambat aliran darah.Tergantung dari parah atau tidaknya penyempitan tsb,
Dr. Yahya Kiswanto, yang alamat prakteknya di daerah Cikini, menggunakan dua macam cairan infus. Pengobatan penyempitan pembuluh darah dengan cara di infus ini biayanya sangat terjangkau oleh masyarakat umum dan sudah banyak pasien yang berhasil ditangani.
Sebagai catatan :
1. Dr. Yahya Kiswanto merupakan dokter yang sangat senior di bidang Cardiologist dan Internist - sangat sosial dan sangat membantu pasien, bahkan pasien yang datang pada hari Minggu pun dilayani.
2. Biaya yang dibebankan juga sangat sosial. Ada 2  macam cairan infus yang digunakan harganya sekitar Rp 750 ribu dan Rp 1,5 juta – per infus - tergantung parahnya penyempitan. Harga ini jauh lebih sosial dibanding dengan klinik Cardiologi lainnya.
3. Jam praktek Dr. Yahya Kiswanto, dari jam 08 pagi sampai jam 14 siang dan sore jam 18 sampai jam 22 atau dengan perjanjian.
Nomor telepon yang dapat dihubungi adalah (021) 31925353. Klinik Abdi Medika (Cikini).
Informasi ini tidak ada salahnya Anda sebarkan kepada pihak lain untuk menmbantu sesama yang mungkin sedang membutuhkan. Semoga bermanfaat

Selasa, 23 Desember 2014

Doa ketika kita marah

ROSULULLOH BERMANJA KETIKA AISYAH MARAH.
Nabi saw biasa memijit-menjepit hidung ‘Aisyah jika 'Aisyah sedang
marah dan beliau berkata, Wahai ‘Aisya, bacalah do’a:
“Wahai Tuhanku, Tuhan Muhammad, ampunilah dosa-
dosaku, hilangkanlah kekerasan hatiku, dan lindungilah
diriku dari fitnah yang menyesatkan.” (HR. Ibnu Sunni). Rosululloh tahu kalau 'Aisyah sedang marah tidak mau menyebut Tuhan Muhammad tetapi menyebut Tuhan Ibrohim.

Rabu, 17 Desember 2014

Pelajaran darj Sakit

Sarapan pgi ini
15 Hikmah Sakit
By: Salim A Fillah

1. Sakit itu dzikrullah
Mereka yang menderitanya akan lebih sering dan syahdu menyebut Asma ALLAH di banding ketika dalam sehatnya.

2. Sakit itu istighfar
Dosa-dosa akan mudah teringat, jika datang sakit,sehingga lisan terbimbing untuk mohon ampun.

3. Sakit itu tauhid
Bukankah saat sedang hebat rasa sakit,kalimat thoyyibat yang akan terus digetar?

4. Sakit itu muhasabah
Dia yang sakit akan punya lebih banyak waktu untuk merenungi diri dalam sepi,menghitung-hitung bekal kembali.

5. Sakit itu jihad
Dia yang sakit tak boleh menyerah kalah,di wajibkan terus berikhtiar,berjuang demi kesembuhannya.

6. Bahkan Sakit itu ilmu
Bukankah ketika sakit,dia akan memeriksa,berkonsultasi dan pada akhirnya merawat diri untuk berikutnya ada ilmu untuk tidak mudah kena sakit.

7. Sakit itu nasihat
Yang sakit mengingatkan si sehat untuk jaga diri,yang sehat hibur si sakit agar mau bersabar,ALLAH cinta dan sayang keduanya.

8. Sakit itu silaturrahim
Saat jenguk, bukankah keluarga yang jarang datang akhirnya datang membesuk,penuh senyum dan rindu mesra? Karena itu pula sakit adalah perekat ukhuwah.

9. Sakit itu gugur dosa
Barang haram tercelup di tubuh dilarutkan di dunia, anggota badan yang sakit dinyerikan danndi cuci-Nya.

10. Sakit itu mustajab doa
Imam As-Suyuthi keliling kota mencari orang sakit lalu minta didoakan oleh yang sakit.

11. Sakit itu salah satu keadaan yang menyulitkan syaitan,di ajak maksiat tak mampu tak mau,dosa lalu malah disesali kemudian diampuni.

12. Sakit itu membuat sedikit tertawa dan banyak menangis,satu sikap keinsyafan yang disukai Nabi dan para makhluk langit.

13. Sakit meningkatkan kualitas ibadah,rukuk-sujud lebih khusyuk,tasbih-istighfar lebih sering,tahiyyat-doa jadi lebih lama.

14. Sakit itu memperbaiki akhlak,kesombongan terkikis,sifat tamak di paksatunduk,pribadi dibiasakan santun,lembut dan tawadhu.

15. Dan pada akhirnya sakit membawa kita untuk selalu ingat mati,mengingat mati dan bersiap amal untuk menyambutnya,adalah pendongkrak derajat ketaqwaan.

Share agar kebaikan terus menyebar....��������

Kamis, 04 Desember 2014

Larangan debat-Jidal

Wasiat salafush shålih untuk meninggalkan
debat kusir
1. Nabi Muhammad shållallåhu ‘alayhi wa
sallam
“ Aku akan menjamin sebuah rumah di dasar
surga bagi orang yang meninggalkan debat
meskipun dia berada dalam pihak yang benar .
Dan aku menjamin sebuah rumah di tengah
surga bagi orang yang meninggalkan dusta
meskipun dalam keadaan bercanda. Dan aku
akan menjamin sebuah rumah di bagian
teratas surga bagi orang yang membaguskan
akhlaknya.”
(HR. Abu Dawud dalam Kitab al-Adab, hadits
no 4167. Dihasankan oleh al-Albani dalam
as-Shahihah [273] as-Syamilah)
2. Nabi Sulaiman ‘alaihissalam
Nabi Sulaiman ‘alaihissalam berkata kepada
putranya:
“Tinggalkanlah mira’ (jidal, mendebat karena
ragu-ragu dan menentang) itu, karena
manfaatnya sedikit. Dan ia membangkitkan
permusuhan di antara orang-orang yang
bersaudara.”
[Ad-Darimi: 309, al Baihaqi, Syu’abul Iman:
1897]
3. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhumaa
“Cukuplah engkau sebagai orang zhalim bila
engkau selalu mendebat. Dan cukuplah
dosamu jika kamu selalu menentang, dan
cukuplah dosamu bila kamu selalu berbicara
dengan selain dzikir kepada Allah.”
[al-Fakihi dalam Akhbar Makkah]
4. Abud Darda radhiyallahu ‘anhu
“Engkau tidak menjadi alim sehingga engkau
belajar, dan engkau tidak disebut mengerti
ilmu sampai engkau mengamalkannya.
Cukuplah dosamu bila kamu selalu mendebat,
dan cukuplah dosamu bila kamu selalu
menentang. Cukuplah dustamu bila kamu
selalu berbicara bukan dalam dzikir tentang
Allah.”
[Darimi: 299]
5. Muslim Ibn Yasar rahimahullah
“Jauhilah perdebatan, karena ia adalah saat
bodohnya seorang alim, di dalamnya setan
menginginkan ketergelincirannya.”
[Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra; Darimi:
404]
6. Hasan Bashri rahimahullah
Ada orang datang kepada Hasan Bashri
rahimahullah lalu berkata,
“Wahai Abu Sa’id kemarilah, agar aku bisa
mendebatmu dalam agama!”
Maka Hasan Bashri rahimahullah berkata:
“Adapun aku maka aku telah memahami
agamaku, jika engkau telah menyesatkan
(menyia-nyiakan) agamamu maka carilah.”
[Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 588]
7. Umar ibn Abdul Aziz rahimahullah
“Barangsiapa menjadikan agamanya sebagai
sasaran untuk perdebatan maka ia akan
banyak berpindah-pindah (agama).”
[Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 565]
8. Abdul Karim al-Jazari rahimahulah
“Seorang yang wira’i 1 tidak akan pernah
mendebat sama sekali.”
[Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 636;
Baihaqi dalam Syu’ab: 8249]
9. Ja’far ibn Muhammad rahimahullah
“Jauhilah oleh kalian pertengkaran dalam
agama, karena ia menyibukkan
(mengacaukan) hati dan mewariskan
kemunafikan.”
[Baihaqi dalam Syu’ab: 8249]
10. Mu’awwiyah ibn Qurrah rahimahullah
“Dulu dikatakan: pertikaian dalam agama itu
melebur amal.”
[Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 562]
11. al Auza’i rahimahullah
“Jika Allah menghendaki keburukan pada
suatu kaum maka Allah menetapkan jidal
pada diri mereka dan menghalangi mereka
dari amal.”
[Siyar al-A’lam 16/104; Tadzkiratul Huffazh:
3/924; Tarikh Dimsyq: 35/202]
12. Imran al-Qashir rahimahullah
“Jauhi oleh kalian perdebatan dan
permusuhan, jauhi oleh kalian orang-orang
yang mengatakan: Bagaimana menurutmu,
bagaimana pendapatmu.”
[Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 639]
13. Muhammad ibn Ali ibn Husain rahimahullah
“Pertikaian itu menghapuskan agama dan
menumbuhkan permusuhan di hati orang-
orang.”
[al-Adab al-Syar’iyyah: 1/23]
14. Abdullah ibn Hasan ibn Husain rahimahullah
Dikatakan kepada Abdullah ibn al Hasan ibn al
Husain rahimahullah,
“Apa pendapatmu tentang perdebatan
(mira’)?”
Dia menjawab:
“Merusak persahabatan yang lama dan
mengurai ikatan yang kuat. Minimal ia akan
menjadi sarana untuk menang-menangan itu
adalah sebab pemutus talit silaturrahim yang
paling kuat.”
[Tarikh Dimasyq: 27-380]
15. Bilal ibn Sa’d rahimahullah (kedudukannya
di Syam sama dengan Hasan Bashri di Bashrah)
“Jika kamu melihat seseorang terus-terusan
menentang dan mendebat maka sempurnalah
kerugiannya.”
[al-Adab al-Syar’iyyah: 1/23]
16. Wahab ibnu Munabbih rahimahullah
“Tinggalkanlah jidal dari perkaramu, karena ia
tidak akan dapat mengalahkan salah satu dari
dua orang: seseorang yang lebih alim
darimu, bagaimana engkau memusuhi dan
mendebat orang yang lebih alim darimu? Dan
seseorang yang engkau lebih alim
daripadanya, bagaimana engkau memusuhi
orang yang engkau lebih alim daripadanya
dan ia tidak mentaatimu? Maka tinggalkanlah
itu.”
[Tahdzibul Kamal: 31/148; Siyarul A’lam:
4/549; Tarikh Dimasyq: 63/388]
17. Malik ibnu Anas rahimahullah
Ma’n rahimahullah berkata:
“Pada suatu hari Imam Malik ibn Anas
berangkat ke masjid sambil berpegangan
pada tangan saya, lalu beliau dikejar oleh
seseorang yang dipanggil dengan Abu al-
Juwairah yang dituduh memiliki Aqidah
Murji’ah.”
Dia berkata:
‘Wahai Abu Abdillah dengarkanlah dariku
sesuatu yang ingin saya kabarkan kepada
anda, saya ingin mendebat anda dan
memberi tahu anda tentang pendapatku.’
Imam Malik berkata,
‘Hati-hati, jangan sampai aku bersaksi
atasmu.’
Dia berkata,
‘Demi Allah, saya tidak menginginkan
kecuali kebenaran. Dengarlah, jika memang
benar maka ucapkan.’
Imam Malik bertanya,
‘Jika engkau mengalahkan aku?’
Dia menjawab,
‘Maka ikutlah aku!’
Imam Malik bertanya lagi,
‘Kalau aku mengalahkanmu?’
Dia menjawab,
‘Aku mengikutimu?’
Imam Malik bertanya,
‘Jika datang orang ketiga lalu kita ajak
bicara dan kita dikalahkannya?’
Dia berkata,
‘Ya kita ikuti dia.’
Imam Malik rahimahullah berkata:
“Hai Abdullah, Allah azza wa jalla telah
mengutus Muhammad dengan satu agama,
aku lihat engkau banyak berpindah-pindah
(agama), padahal Umar ibnu Abdil Aziz
telah berkata, “Barangsiapa menjadikan
agamanya sebagai sasaran untuk
perdebatan maka dia akan banyak
berpindah-pindah”.”
Imam Malik rahimahullah berkata:
”Jidal dalam agama itu bukan apa-apa (tidak
ada nilainya sama sekali).”
Imam Malik rahimahullah berkata:
“Percekcokan dan perdebatan dalam ilmu itu
menghilangkan cahaya ilmu dari hari seorang
hamba.”
Imam Malik rahimahullah berkata:
“Sesungguhnya jidal itu mengeraskan hati
dan menimbulkan kebencian.”
Imam Malik rahimahullah pernah ditanya
tentang seseorang yang memiliki ilmu sunnah,
apakah ia boleh berdebat membela sunnah? Dia
menjawab,
”Tidak, tetapi cukup memberitahukan tentang
sunnah.”
(Tartibul Madarik wa Taqribul Masalik, Qadhi
Iyadh: 1/51; Siyarul A’lam: 8/106; al-Ajjurri
dalam al-Syari’ah, hal.62-65)
18. Muhammad ibn Idris as-Syafi’I rahimahullah
“Percekcokan dalam agama itu mengeraskan
hati dan menanamkan kedengkian yang
sangat.”
[Thobaqat Syafiiyyah 1/7, Siyar, 10/28]
19. Ahmad bin Hambal rahimahullah
Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya oleh
seseorang,
“Saya ada di sebuah majelis lalu disebutlah
didalamnya sunnah yang tidak diketahui
kecuali oleh saya, apakah saya mengatakan?”
Dia menjawab:
“Beritakanlah sunnah itu, dan janganlah
mendebat karenanya!”
Orang itu mengulangi pertanyaannya, maka
Imam Ahmad rahimahullah berkata:
“Aku tidak melihatmu kecuali seorang yang
mendebat.”
[al-Adab as-Syar’iyyah: 1/358, dalam bab
menyebar sunnah dengan ucapan dan
perbuatan tanpa perdebatan dan kekerasan;
al-Bashirah fid-Da’wah Ilallah: 57]
20. Shafwan ibn Muhammad al-Mazini
rahimahullah
Saat Shafwan rahimahullah melihat para
pemuda berdebat di Masjid Jami’ maka ia
mengibaskan tangannya sambil berkata:
“Kalian adalah jarab2 , kalian adalah
jarab.” [Ibnu Battah: 597]
Dahulu dikatakan:
“Janganlah engkau mendebat orang yang
santun dan orang yang bodoh; orang yang
santun mengalahkanmu, sedang orang yang
bodoh menyakitimu.”
[Al-Adab al-Syar’iyyah: 1/23]
“Ya Allah jauhkanlah kami dari jidal, dan
anugerahkan pada kami istiqomah. Janganlah
Engkau simpangkan hati kami setelah engkau
memberi hidayah pada kami.”
Aamiin.
Sumber: alqiyamah
Wasiat asy-Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab bin Ali al-Yamani al-Wushobi al-Abdali
Wahai Penuntut ilmu, jika kamu membuka pintu
debat bersama temanmu maka sungguh kamu
telah membuka pintu penyakit fitnah buat
dirimu. Apabila seseorang penuntut ilmu tidak
menjauhkan diri darinya tentu akan
mendapatkan marabahaya.
Rasulullah shållallåhu ‘alayhi wa sallam
bersabda :
ﻣﺎ ﺿﻞ ﻗﻮﻡ ﺑﻌﺪ ﻫﺪﻯ ﻛﺎ ﻧﻮﺍ ﻋﻠﻴﻪ ﺇﻻﺃﻭﺗﻮﺍﺍﻟﺠﺪﺍﻝ :
ﺛﻢ ﻗﺮﺃ : ﻣﺎﺿﺮﺑﻮﻩ ﻟﻚ ﺇﻻﺟﺪ ﻻ ﺑﻞ ﻫﻢ ﻗﻮﻡ ﺧﺼﻤﻮﻥ
– ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺃﻣﺎﻣﺔ ﺍﻟﺒﺎﻫﻠﻲ –
ِArtinya : “Tidaklah sesat suatu kaum setelah
mereka mendapatkan petunjuk kecuali Allah
berikan kepada mereka ilmu debat. Kemudian
beliau membaca : mereka tidak memberikan
perumpamaan itu kepadamu melainkan
dengan maksud membantah saja, sebenarnya
mereka adalah kaum yang suka bertengkar.”
(HR Tirmidzi dari Abu Umamah al Bahily)
Saya masih teringat seorang teman ketika awal
belajar di Madinah, mungkin kurang lebih dua
puluh empat atau dua puluh lima tahun yang
silam, dia terkenal banyak berdebat. Terkadang
dia mulai berdebat dari setelah Isya’ sampai
akhir malam. Ternyata pada akhirnya dia
mendapatkan kegagalan, tidak menjaga waktu,
tidak beristighfar, bertasbih, bertahlil, bangun
malam, dan tidak melaksanakan bimbingan
Rasulullah shållallåhu ‘alayhi wa sallam.
Rasulullah shållallåhu ‘alayhi wa sallam
bukanlah pendebat. Tatkala Rasulullah
shållallåhu ‘alayhi wa sallam pergi kerumah
Fatimah dan Ali ketika beliau ingin
membangunkan keduanya untuk sholat malam,
beliau mengetuk pintu dan berkata :
”Tidaklah kalian bangun untuk melaksanakan
sholat?”
‘Ali mengatakan :
”Sesungguhnya jiwa kami di Tangan Allah,
Dia membangunkan sesuai kehendak-Nya.”
Beliau Sholallahu Alaihi Wa Sallam balik sambil
memukul pahanya dan berkata :
ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺍﻹﻧْﺴَﺎﻥُ ﺃَﻛْﺜَﺮَ ﺷَﻲْﺀٍ ﺟَﺪَﻻ
” Dan manusia adalah makhluk yang paling
banyak mendebat/membantah.”
(QS Al Kahfi :54 )
Rasulullah tidak mendebat Ali dan beliau
menganggap bahwa apa yang dijawab Ali
termasuk dari jidal (debat) dengan berdalilkan
firman Allah :
ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺍﻹﻧْﺴَﺎﻥُ ﺃَﻛْﺜَﺮَ ﺷَﻲْﺀٍ ﺟَﺪَﻻ
” Dan manusia adalah makhluk yang paling
banyak mendebat/membantah.”
(QS Al Kahfi :54 )
Wahai penuntut ilmu jauhilah dari perdebatan,
karena hal yang demikian itu menyebabkan
kemurkaan dan kebencian di dalam hati.
Katakan kepada temanmu apa yang kamu
ketahui, kalau temanmu mengatakan tidak,
kembalikanlah permasalahannya kepada
Syaikhmu, dan sekali lagi menjauhlah kamu dari
perdebatan, Rasulullah bersabda :
ﺇﺫﺍﺍﺧﺘﻠﻔﺘﻢ ﻗﻲ ﺍﻟﻘﺮﺍﻥ ﻓﻘﻮﻣﻮﺍ – ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ
“Apabila kalian berselisih di dalam Al Qur’an
maka tinggalkan tempat tempat itu.”
(Muttafaqun Alaihi)
Apabila terjadi disuatu majelis perdebatan, satu
menyatakan demikian yang lain menyatakan
demikian, maka dengarkan sabda Rasulullah
diatas dan janganlah kalian duduk ditempat itu
dan jangan mencoba untuk membuka
perdebatan. Berhati-hatilah kamu dari debat dan
peliharalah waktumu, insya Allah kamu akan
saling mencintai dan saling menyayangi.
[Disalin oleh Abu Aufa dari buku ﻋﺸﺮﻭﻥ ﺍﻟﻨﺼﻴﺤﺔ
ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭ ﺍﻟﺪ ﺍ ﻋﻲ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ yang sudah
diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia
dengan judul ” 20 Mutiara Indah bagi penuntut
Ilmu dan Da’i Ilallah“]
Maksud perkataan ‘ulama diatas
Syaikhul Islam berkata,
“Jadi,yang dimaksud larangan para salaf
dalam berdebat adalah yang dilakukan oleh
- orang yang tidak memenuhi syarat untuk
melakukan perdebatan (kurang ilmu dan lain-
lain)
- atau perdebatan yang tidak mendatangkan
kemaslahatan yang pasti;
- berdebat dengan orang yang tidak
menginginkan kebenaran,
- serta berdebat untuk saling unjuk kebolehan
dan saling mengalahkan yang berujung
dengan ujub (bangga diri) dan kesombongan.
Beliau melanjutkan,
“Jidal (adu hujjah) adalah masalah yang
hukumnya belum pasti; dan untuk
menentukan hukum tentang masalah ini,
tergantung kepada kondisi yang ada.
Sedangkan debat yang sesuai dengan syari’at,
maka hukumnya terkadang wajib dan
terkadang mustahab.
Kesimpulannya, debat itu terkadang terpuji
dan terkadang tercela; terkadang membawa
mafsadat (kerusakan) dan terkadang
membawa mashlahat (kebaikan); terkadang
merupakan sesuatu yang haq dan terkadang
merupakan sesuatu yang bathil.”
Wallåhu ta’ala a’lamu bish shåwwab..